Oleh : Nurma Irnawaty
Bahasa
memang bukanlah hal statis yang tidak akan berubah mulai dari dibentuk sampai
hari kiamat. Akan tetapi bahasa merupakan hal dinamis yang selalu berkembang
mengikuti zaman. Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai
penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran
informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada
kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi
logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada
kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang
benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan
bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara
lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi,
campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan
dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi
tidak baik.
Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul.
Berbahasa yang baik yang menempatkan pada kondisi tidak resmi atau pada pembicaraan santai tidak mengikat kaidah bahasa di dalamnya. Ragam berbahasa seperti ini memungkinkan munculnya gejala bahasa baik interferensi, integrasi, campur kode, alih kode maupun bahasa gaul.
Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia
dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak
benar. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada
saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan
disebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan
oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang
peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional,
bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia
menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek
bahasa Indonesia non-formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau
komunitas tertentu. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai
setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul pada tahun 1999.
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh
komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116).
Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan
berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan
situs-situs jejaring sosial.
Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara
remaja sekelompoknya selama kurun waktu tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja
memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi
diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap
tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui
apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain
petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka
menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Menurut Owen (dalam Papalia: 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang
memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain
dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka.
Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku.
Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah “Bahasa Gaul”
atau Bahasa Alay.”
Munculnya fenomena bahasa alay di kalangan generasi muda adalah sebuah
bentuk pemberontakan. Pemberontakan hanya akan terjadi jika ada sesuatu yang
salah. Lalu apa yang salah ? “Bukan karena bahasa Indonesia yang kaku,
melainkan metode pembelajaran di kelas yang mungkin kaku. Padahal tata bahasa
Indonesia termasuk yang fleksibel dan mudah dipelajari.
Pada dasarnya ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat,
lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata
yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya
dengan kata yang lebih pendek. Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan
berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk
membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai
kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Hal itu dapat dilihat dari :
• Pengunaan awalan e
Kata emang itu bentukan dari kata memang yang disisipkan bunyi e. Disini jelas terlihat terjadi pemendekan kata berupa mengilangkan huruf depan (m). Sehingga terjadi perbedaan saat melafalkan kata tersebut dan merancu dari kata aslinya.
• Pengunaan awalan e
Kata emang itu bentukan dari kata memang yang disisipkan bunyi e. Disini jelas terlihat terjadi pemendekan kata berupa mengilangkan huruf depan (m). Sehingga terjadi perbedaan saat melafalkan kata tersebut dan merancu dari kata aslinya.
·
Kombinasi k, a, g
Kata kagak bentukan dari kata tidak yang bunyinya tid diganti kag. Huruf konsonan pada kata pertama diganti dengan k huruf vocal i diganti a. Huruf konsonan kedua diganti g. sehingga kata tidak menjadi kagak.
Kata kagak bentukan dari kata tidak yang bunyinya tid diganti kag. Huruf konsonan pada kata pertama diganti dengan k huruf vocal i diganti a. Huruf konsonan kedua diganti g. sehingga kata tidak menjadi kagak.
·
Sisipan e
Kata temen merupakan bentukan dari kata teman yang huruf vocal a menjadi e. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan pelafalan.
Kata temen merupakan bentukan dari kata teman yang huruf vocal a menjadi e. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan pelafalan.
Contoh lain yang merupakan jenis-jenis padanan kata yang ada dalam kamus
alay:
·
Barang abal yang dipamerin
ketemen terus dia ngaku beli di singapore. amrik . dan sbgainya. “eh liat nih
gue beli gelang dijerman gituloh asli kalo ga salah sih dirupiahin 500 ribu
ya.” padahal dia beli di itc aja!! yang 10 ribu 5 hahaha.
·
Tulisan
gede-kecil. “aLoW kLiAnZ hArUz ADd GwE YaH!!” atau dengan angka “K4Ng3nZ
dWEcChh” NNNNNZZZZZ
- minta di add di shotout, “j9n lupa ett ghw”
-gaya dengan bibir monyong, telunjuk nempel bibir, gaya tangan dengan oke dipinggir kepala dan foto dari atas
-.nge post bulbo cuma buat kasih tau dia lagi online & minta comment.
- iya : ia
- kamu: kamuh,kammo,kamoh,kamuwh,kamyu,qamu,etc
- aku : akyu,aq,akko,akkoh,aquwh,etc
- maaf: mu’uph,muphs,maav,etc
- sorry: cowyie,cory,tory(?),etc
- add : ett,etths,aad,edd,etc
- for : vo,fur(zz),pols,etc
- lagi : agi,agy
- makan: mums,mu’umhs,etc
- lucu : lutchuw,uchul,luthu,etc
- siapa: cppa,cp,ciuppu,siappva,etc
- apa : uppu,apva,aps,etc
- narsis: narciezt,narciest,etc
- minta di add di shotout, “j9n lupa ett ghw”
-gaya dengan bibir monyong, telunjuk nempel bibir, gaya tangan dengan oke dipinggir kepala dan foto dari atas
-.nge post bulbo cuma buat kasih tau dia lagi online & minta comment.
- iya : ia
- kamu: kamuh,kammo,kamoh,kamuwh,kamyu,qamu,etc
- aku : akyu,aq,akko,akkoh,aquwh,etc
- maaf: mu’uph,muphs,maav,etc
- sorry: cowyie,cory,tory(?),etc
- add : ett,etths,aad,edd,etc
- for : vo,fur(zz),pols,etc
- lagi : agi,agy
- makan: mums,mu’umhs,etc
- lucu : lutchuw,uchul,luthu,etc
- siapa: cppa,cp,ciuppu,siappva,etc
- apa : uppu,apva,aps,etc
- narsis: narciezt,narciest,etc
·
Tulisannya gede
kecil dan pake angka (idihh) sebenarnya masih banyak kata-kata atau frase yang
belum aku tuliskan, paling tidak contoh diatas itu membuktikan bahwa memang
adanya kata-kata alay.
Di era globalisasi
ini bahasa indonesia yang baik dan benar
semakin jarang dipakai terutama dikalangan remaja, seiring perkembangan
jaman munculah modifikasi gaya bahasa menjadi bahasa gaul. Hal ini dipengaruhi
juga oleh semakin berkembangnya
teknologi, terutama berkembangnya situs jejaring sosial, seperti facebook dan
twitter. Pada tahun 2008, bahasa “Alay” Kemunculannya dapat
dikatakan fenomenal, karena cukup menyita perhatian. Bahasa baru ini seolah
menggeser penggunaan bahasa Indonesia dikalangan segelintir remaja. Sehubungan
dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian
masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap
eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan,
dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Penggunaan gaya
bahasa alay akan mengancam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
walaupun penggunaannya hanya dalam media elektronik seperti HP (Hand Phone),
Facebook atau Twitter. Pesatnya perkembangan jumlah pengguna
bahasa Alay menunjukkan semakin akrabnya genersai muda Indonesia dengan dunia
teknologi terutama internet.
Tulisan seorang remaja di situs
jejaring sosial yang menggunakan bahasa ini, akan dilihat dan bisa jadi ditiru
oleh ribuan remaja lain.
Bila ditelusuri, bahasa gaul juga muncul di kalangan anak sekolah dasar karena pengaruh lingkungan. Umumnya mereka menyerap dari percakapan orang-orang dewasa di sekitarnya. Atau meniru dari media massa, semisal dari adegan percakapan di televisi maupun mengikuti tren bahasa gaul di media cetak. Yang pasti, bahasa gaul akan selalu muncul dan berkembang sesuai zaman masing-masing. Beberapa tahun lalu, istilah “memble aje” atau “Biarin, yang penting kece” sempat ngetren. Istilah-istilah tersebut lantas tenggelam dengan sendirinya, tergantikan oleh istilah lain. Di antaranya, “so what gitu loh”, “jayus”, dan “Kesian deh lo!”
Bila ditelusuri, bahasa gaul juga muncul di kalangan anak sekolah dasar karena pengaruh lingkungan. Umumnya mereka menyerap dari percakapan orang-orang dewasa di sekitarnya. Atau meniru dari media massa, semisal dari adegan percakapan di televisi maupun mengikuti tren bahasa gaul di media cetak. Yang pasti, bahasa gaul akan selalu muncul dan berkembang sesuai zaman masing-masing. Beberapa tahun lalu, istilah “memble aje” atau “Biarin, yang penting kece” sempat ngetren. Istilah-istilah tersebut lantas tenggelam dengan sendirinya, tergantikan oleh istilah lain. Di antaranya, “so what gitu loh”, “jayus”, dan “Kesian deh lo!”
Untuk itu perlu dipahami bahwa menyerap
bahasa gaul yang tengah menjadi tren merupakan bagian dari konformitas terhadap
lingkungan. Pahami pula jika hal ini merupakan salah satu tahapan perkembangan
kepribadian anak usia sekolah. Yang dimaksud konformitas adalah meleburkan diri
pada lingkungan agar mendapat pengakuan.
Munculnya bahasa Alay juga menunjukkan adanya perkembangan
zaman yang dinamis, karena suatu bahasa harus menyesuaikan dengan masyarakat
penggunanya agar tetap eksis.
Akan tetapi,
munculnya bahasa Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap
bahasa Indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi
muda zaman sekarang. Dalam ilmu linguistik memang dikenal adanya beragam-ragam
bahasa baku dan tidak baku. Bahasa baku biasnya digunakan dalm acara-acara yang
kurang formal. Akan tetapi bahasa Alay merupakan bahasa gaul yang tidak
mengindah.
Bahasa Alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam
komunitas mereka. Tentu saja itu tidak mungkin digunakan ke pihak di luar
komunitas mereka misalnya guru dan orangtua. Penggunaan bahasa sandi itu
menjadi masalah bila digunakan dalam komunikasi massa karena lambang yang
mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khayalak media massa atau
dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis.
Bahasa
alay itu adalah variasi bahasa yang muncul karena adanya komunitas anak-anak
remaja/muda. Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak layu
atau Anak kelayapan yang menghubungkannya dengan anak jarpul (Jarang Pulang).
Tapi yang paling terkenal adalah Anak layangan. Dominannya, istilah ini
menggambarkan anak yang menganggap dirinya keren secara gaya busananya. Menurut
Koentjaraningrat, Alay adalah gejala yang dialami pemuda dan pemudi bangsa
Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Gejala ini
akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakaian mereka.
Istilah alay hadir setelah di facebook semakin marak
penggunaan bahasa tulis yang tak sesuai kaidah bahasa Indonesia oleh remaja.
Hingga kini belum ada definisi yang pasti tentang istilah ini, namun bahasa ini
kerap dipakai untuk menunjuk bahasa tulis. Dalam bahasa alay bukan bunyi yang
dipentingkan tapi variasi tulisan.
Menurut Koentjaraningrat, alay adalah gejala yang dialami
pemuda-pemudi Indonesia yang ingin diakui statusnya. Gejala ini akan mengubah
gaya penulisan serta komunikasi secara lisan. Penggunaan bahasa sandi tersebut
menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam
komunikasi secara tertulis. Dalam ilmu bahasa, bahasa alay termasuk sejenis
bahasa diakronik. Yaitu bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun
waktu tertentu. Ia akan berkembang hanya dalam kurun tertentu. Perkembangan
bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa,
tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan
sebuah fenomena sosial. Ia hidup dan berkemban karena fenomena sosial tertentu.
Ada sumber yang menyebutkan, alay ini berasal dari singkatan
“anak layangan”, yang punya asosiasi pada anak muda tukang kelayapan, atau anak
kampung yang berlagak mengikuti tren fashion dan musik. Ada lagi yag sekadar
merujuk pada anak muda yang demi mendapatkan pengakuan di tengah lingkungan
pergaulan akan melakukan apa saja, dari meniru gaya pakaian, gaya berfoto
dengan muka yang sangat dibuat-buat.
Adapun ciri – cirri lain dari bahasa yang dikategorikan sebagai
bahasa alay sebagai berikut:
1.
Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: “t3m4n,
b350k k1t4 p3r91 yuuk”.
2.
Kapitalisasi yang
sangat berantakkan. Contoh:”tEmAn, bEsOk kItA pErGi YuUuK”
3.
Menambahkan “x” atau
“z” pada akhiran kata atau mengganti beberapa huruf seperti “s” dengan dua
huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD
atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf “s” dengan “c”
sehingga seperti balita berbicara. Contoh: “nanti Aq xmx kamyu deeech”, “xory
ya, becok aQ gx bica ikut”
Contoh-contoh yang
telah disebutkan di atas baru sedikit, ini artinya masih banyak lagi kata-kata
yang termaksud di dalamnya. Penggunaan
bahasa Alay memiliki dampak yang positif dan negatif. Dampak positif dengan
digunakannya bahasa Alay adalah remaja menjadi lebih kreatif. Terlepas dari menganggu
atau tidaknya bahasa Alay ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahan
atau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media
yang tepat dan komunikan yang tepat juga.
Sedangkan dampak negatifnya adalah penggunaan bahasa Alay
dapat mempersulit penggunanya untuk berbaha Indonesia dengan baik dan benar.
Padahal di sekolah atau di tempat kerja, kita diharuskan untuk selalu
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tidak mungkin jika pekerjaan rumah,
ulangan atau tugas sekolah dikerjakan dengan menggunakan bahasa Alay. Karena,
bahasa Alay tidak masuk ke dalam tatanan bahasa akademis. Begitu juga di
kantor, laporan yang kita buat tidak diperkanakan menggunakan bahasa Alay.
Jadi, ketika situasi kita dalam situasi yang formal jangan menggunakan bahasa
Alay sebagai komunikasi.
Dampak negatif lainnya, bahasa Alay dapat mengganggu
siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya.
Karena, tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata Alay tersebut.
Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu
yang lebih banyak untuk memahaminya.
Penggunaan
bahasa alay akhir-akhir ini, tentu saja mengkhawatirkan. Hal ini dikarenakan
bahasa tersebut tidak sesuai dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan
benar Penggunaan bahasa gaul dalam kehidupan sehari – hari ini mempunyai
pengaruh negatif bagi kelangsungan bahasa Indonesia. Pengaruh tersebut antara
lain sebagai berikut ini :
1.
Masyarakat Indonesia tidak mengenal lagi bahasa baku.
2.
Masyarakat Indonesia tidak memakai lagi Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
3.
Masyarakat Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan
tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
4.
Dulu anak – anak kecil bisa menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, tapi sekarang anak kecil lebih menggunakan bahasa gaul.
Misalnya dulu kita memanggil orang tua dengan sebutan ayah atau ibu, tapi
sekarang anak kecil memanggil ayah atau ibu dengan sebutan bokap atau nyokap.
5.
Penulisan bahasa indonesia menjadi tidak benar. Yang mana
pada penulisan bahasa indonesia yang baik dan, hanya huruf awal saja yang
diberi huruf kapital, dan tidak ada penggantian huruf menjadi angka dalam
sebuah kata ataupun kalimat.
Jika hal ini terus berlangsung, dikahawatirkan akan menghilangkan
budaya berbahasa Indonesia dikalangan remaja bahkan dikalangan anak-anak.
Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa remi negara kita dan juga sebagai
identitas bangsa. Pada dasarnya ada dua hal utama yang
menjadi perhatian remaja, yaitu identitas dan pengakuan. Penulisan bahasa
dengan ciri khasnya bisa jadi pembentukan kedua hal di atas.
Menurut Lina Meilinawati, pengamat bahasa dari Fakultas
Sastra Indonesia Unpad, ada dua hal alasan utama remaja menggunakan bahasa
tulis dengan ciri tersendiri (alay), “Pertama, mereka mengukuhkan diri sebagai
kelompok sosial tertentu, yaitu remaja. Yang kedua, ini merupakan sebuah bentuk
perlawanan terhadap dominasi bahasa baku atau kaidah bahasa yang telah mapan,”
jelasnya. Artinya, remaja merasa menciptakan identitas dari bahasa yang mereka
ciptakan sendiri pula. Remaja sebagai kelompok usia yang sedang mencari
identitas diri memiliki kekhasan dalam menggunakan bahasa tulis di facebook.
Ada semacam keseragaman gaya yang kemudian menjadi gaya hidup (lifestyle)
mereka.
Remaja yang masih labil dan gemar meniru, sangat mudah
tertular dan memilih menggunakan bahasa ini daripada menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. “Apalagi ada anggapan bahwa bahasa ini adalah
bahasa gaul, sehingga orang yang tidak menggunakannya akan dianggap ketinggalan
jaman atau kuno.
Bagi sebagian orang, kemunculan bahasa alay ini bisa
diterima sebagai perkembangan dunia remaja saat ini, terutama dalam berbahasa.
Bisa jadi, karena para remaja ingin mengekspresikan dirinya dalam bentuk
berbeda dari dunia orang dewasa, atau mungkin juga karena kreativitasnya,
muncullah bahasa ini.
Namun, ada pula yang tidak bisa mafhum akan keberadaan
bahasa ini. Bahasa alay dianggap telah merusak kaidah bahasa yang selama ini
sudah biasa digunakan. Sebab, acap kali penggunaan bahasa itu tidak pada
tempatnya.
Boleh saja bahasa alay digunakan dalam pergaulan sesama
remaja, tetapi kadang mereka juga menggunakannya dalam berkomunikasi dengan
orang lain, baik itu kepada anak kecil maupun orang dewasa, umpamanya orangtua
dan guru. Mungkin, para remaja itu lupa bahwa mereka perlu belajar untuk
menempatkan diri, termasuk dalam berkomunikasi dan berbahasa, dengan siapa
mereka berhadapan.
Para remaja yang gemar menggunakan bahasa Alay dalam
tulisannya sudah jelas mempengaruhi keutuhan Bahasa Indonesia. Bila dalam satu
kalimat ada kata-kata gue dan lo mungkin tidak terlalu mengganggu sebuah makna.
Tapi pada saat sebuah kalimat dan semua kata-kata yang ada dalam kalimat itu
disingkat dan dibubuhi angka sebagai huruf, artinya menjadi kabur dan banyak
tafsiran. Dalam bahsa Alay memang tidak ada singkatan baku, kita bebas
menyingkat kata sendiri dan membiarkan pembaca menafsirkannya dengan panduan
kata sebelum dan sesudahnya.
Apabila kegemaran ini berlangsung lama dan makin dicintai,
resmilah kita mengubur semangat sumpah pemuda berbahasa satu, bahasa Indonesia. Untuk
menghindari hal itu, perlu
adanya usaha saat ini untuk menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman dan
kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional. Para orangtua, guru dan pemerintah sangat dituntut kinerja mereka
dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman dan kecintaan anak-anak
terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian bahasa Indonesia secara
baik dan benar pada saat ini dan masa mendatang akan semakin meningkat.
Sehubungan
dengan semakin maraknya penggunaan bahasa alay yang digunakan oleh sebagian masyarakat
modern, perlu adanya tindakan nyata dari semua pihak yang peduli terhadap
eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa pemersatu
dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Berkaitan
dengan pemakaian bahasa alay dalam
dunia nyata dan dunia fiksi yang menyebabkan interferensi ke dalam Bahasa
Indonesia dan pergeseran Bahasa Indonesia di atas, ada hal-hal yang perlu
dilakukan. Antara lain:
Pertama,
menyadarkan masyarakat Indonesia terutama para penerus bangsa, Bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional harus diutamakan penggunaannya. Dengan demikian, mereka
lebih mengutamakan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar daripada
bahasa gaul.
Kedua,
menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dalam diri generasi bangsa dan juga
masyarakat luas untuk memperkukuh Bangsa Indonesia dengan penggunaan Bahasa
Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa Indonesia merupakan bahasa
pemersatu yang dapat kita gunakan untuk merekatkan persatuan dan kesatuan
bangsa. Dengan menanamkan semangat, masyarakat Indonesia akan lebih
mengutamakan Bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa gaul.
Ketiga,
meningkatkan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan di perguruan tinggi.
Para siswa dapat diberikan tugas praktik berbahasa Indonesia dalam bentuk
dialog dan monolog pada kegiatan bermain drama, diskusi kelompok, penulisan
artikel dan makalah dan juga dalam bentuk penulisan sastra seperti cerpen dan
puisi.
Selain itu ada Langkah – Langkah Pencegahan Pergeseran Pemakaian
Bahasa Indonesia:
a) Menjadikan Lembaga Pendidikan Sebagai Basis Pembinaan
Bahasa.
Bahasa baku sebagai simbol masyarakat
akademis dapat dijadikan sarana pembinaan bahasa yang dilakukan oleh para
pendidik. Para pakar kebahasaan, misalnya Keraf, 1979:19; Badudu, 1985:18;
Kridalaksana, 1987:4-5; Sugono, 1994:8, Sabariyanto, 2001:3; Finoza, 2002:7;
Alwi dkk., (eds.) 2003:5; serta Arifin dan Amran, 2004:20 memberikan batasan
bahwa bahasa Indonesia baku merupakan ragam bahasa yang digunakan dalam dunia
pendidikan berupa buku pelajaran, buku-buku ilmiah, dalam pertemuan resmi,
administrasi negara, perundang-undangan, dan wacana teknis yang harus digunakan
sesuai dengan kaidah bahasa yang meliputi kaidah fonologis, morfologis,
sintaktis, kewacanaan, dan semantis.
b) Perlunya Pemahaman Terhadap Bahasa Indonesia yang Baik
dan Benar.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma yang berlaku dan
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia (Sugono, 1994: 8). Bahasa
Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma
kemasyarakatan yang berlaku. Sedangkan Bahasa Indonesia yang benar adalah
bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa
Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah
pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan
kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah
pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar,
begitu juga sebaliknya.
c) Diperlukan Adanya Undang-Undang Kebahasaan.
Dengan adanya undang-undang penggunaan
bahasa diarapkan masyarakat Indonesia mampu menaati kaidahnya agar tidak
mencintai bahasa negara lain di negeri sendiri. Sebagai contoh nyata, banyak
orang asing yang belajar bahasa Indonesia merasa bingung saat mereka berbicara
langsung dengan orang Indonesia asli, karena Bahasa yang mereka pakai adalah
formal, sedangkan kebanyakan orang Indonesia berbicara dengan bahasa informal
dan gaul.
d) Peran Variasi Bahasa dan Penggunaannya
Variasi bahasa terjadi akibat adanya
keberagaman penutur dalam wilayah yang sangat luas. Penggunaan variasi bahasa
harus disesuaikan dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi atau
bahasa tidak resmi. Variasi bahasa tinggi (resmi) digunakan dalam situasi resmi
seperti, pidato kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, khotbah, suat menyurat
resmi, dan buku pelajaran. Variasi bahasa tinggi harus dipelajari melalui
pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa rendah digunakan
dalam situasi yang tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam
surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri. Variasi bahasa ini
dipelajari secara langsung dalam masyarakat umum, dan tidak pernah dalam
pendidikan formal.
e) Menjunjung Tinggi Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri
Sebenarnya apabila kita mendalami
bahasa menurut fungsinya yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka
bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama dan utama di negara Republik
Indonesia. Bahasa daerah yang berada dalam wilayah republik bertugas sebagai
penunjang bahasa nasional, sumber bahan pengembangan bahasa nasional, dan
bahasa pengantar pembantu pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah
tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran
lain. Jadi, bahasa-bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa
kedua. Selain bahasa daerah, bahasa-bahasa lain seperti bahasa Cina, bahasa
Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis
berkedudukan sebagai bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing,
bahasa-bahasa terebut bertugas sebagai sarana perhubungan antarbangsa, sarana
pembantu pengembangan bahasa Indonesia, dan alat untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi,
bahasa-bahasa asing/alay/gaul ini merupakan bahasa ketiga di dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
Selain hal diatas, menurut saya pribadi bahasa
gaul tidak layak digunakan, karena jika
digunakan secara terus-menerus maka secara tidak langsung menambah perbendaharan
kata selain itu juga dapat merusak kaidah-kaidah bahasa indonesia. Seperti yang
kita ketahui jika bahasa sudah diterima oleh masyarakat luas maka bahasa itu
sah digunakan dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi bahasa yang baku. Oleh
karena itu agar posisi bahasa indonesia tidak tergeser oleh bahasa gaul
dimanapun kita berada, dengan siapa kita bertutur harus dibiasakan menggunakan
bahasa indonesia yang baik agar bahasa indonesia tetap dan abadi menjadi bahasa
nasional. Semaksimal mungkin kita meminimalisir bahasa gaul karena munculnya
sesuatu yang baru itu bermula dari kebiasaan.
Selamat malam :)
BalasHapusSebelumnya, saya berterimakasih karena Anda telah membagi artikel ini di media sosial internet, sungguh saya sangat terbantu. Dan kalau boleh saya meminta izin, artikel yang Anda buat ini saya jadikan sebagai materi pidato ujian praktik bahasa Indonesia saya. Awalnya saya memang agak kebingungan menjari artikel sebagai dasar naskah yang berkaitan dengan pendidikan dan bahasa, tapi setelah menemukan artikel ini, saya jadi tertolong. Sekali lagi, saya sangat berterimakasih :)
gua....copy..yaaa..buatt..lomba..debat...
BalasHapusnice artikel ;)
BalasHapusTrimakasih banyak telah membantu saya dalam pembuatan tugas krya tulis ilmiah. Bacaan di atas sangat membantu untuk di jadikan referensi😊🙏
BalasHapus